BAB I.................................................................................................... 3
1
Latar Belakang...................................................................................... 3
2
Rumusan Masalah................................................................................. 4
3
Tujuan................................................................................................... 4
BAB II................................................................................................... 5
PEMBAHASAN.................................................................................... 5
A. Pengertian Iman..................................................................................... 5
B. Pengertian Taqwa.................................................................................. 5
C. Implementasi Iman Dan Takwa............................................................. 6
D. Problematika, Tantangan dan Resiko
Dalam kehidupan Modern......... 8
E.
Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan
Tantangan Kehidupan Modern 10
F. Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan
Tantangan Kehidupan Modern........................................................................................................11
BAB III................................................................................................ 12
PENUTUP........................................................................................... 12
1. Kesimpulan......................................................................................... 12
2. Saran................................................................................................... 12
3. Daftar Pustaka..................................................................................... 12
Kita diciptakan di dunia ini untuk satu hikmah yang
agung dan bukan hanya untuk bersenang-senang dan bermain-main. Tujuan dan himah
penciptaan ini telah dijelaskan dalam firman Allah:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ مَآأُرِيدُ مِنْهُم مِّن
رِّزْقٍ وَمَآ أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو
الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku
tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai
Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. 51:56-58)
Allah telah menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa
tujuan asasi dari penciptaan manusia adalah ibadah kepadaNya saja tanpa berbuat
syirik. Sehingga Allah pun menjelaskan salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok
manusia yang belum mengetahui hikmah tersebut dengan menyakini mereka
diciptakan tanpa satu tujuan tertentu dalam firmanNya :
أَفَحَسِبْتُمْ
أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لاَ تُرْجَعُونَ
Maka apakah
kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja),
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami. (QS. 23:115)
Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia tidak
diciptakan secara main-main saja, namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah tidak menjadikan manusia hanya
untuk makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia, serta tidak
dimintai pertanggung jawaban atas semua prilakunya di dunia ini. Tentu saja
jawabannya adalah kita semua diciptakan untuk satu himah dan tujuan yang agung
dan dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian
dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan (yang dia
amalkan) serta (mendapatkan) syurga atau neraka.
Demikianlah seorang manusia yang ingin sukses harus
dapat bersikap profesional dan proforsonal dalam mencapai tujuan tersebut,
sebab sesungguhnya tujuan akhir seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan
kepada Allah dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu orang yang paling sukses
dan paling mulia disisi Allah adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan
dalam firman Allah:
Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal
(QS. 49:13)
Namun untuk
mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal :
a). I’tishom bihablillah. Hal ini dengan
komitmen terhadap syariat Allah dan berusaha merealisasikannya dalam semua sisi
kehidupan kita. Sehingga dengan ini kita selamat dari kesesatan. Namun hal
inipun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya, yaitu;
b). I’tishom billah. Hal ini diwujudkan
dalam tawakal dan berserah diri serta memohon pertolongan kepada Allah dari
seluruh rintangan dan halangan mewujudkan yang pertama tersebut. Sehingga
dengannya kita selamat dari rintangan mengamalkannya.
Sebab seorang bila ingin mencapai satu tujuan
tertentu, pasti membutuhkan dua hal, pertama, pengetahuan tentang tujuan
tersebut dan bagaimana cara mencapainya dan kedua, selamat dari rintangan yang
menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.
Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan: Poros kebahagian
duniawi dan ukhrowi ada pada I’tishom billahi dan I’tishom bihablillah dan
tidak ada kesuksesan kecuali bagi orang yang komitmen dengan dua hal ini.
Sedangkan I’tishom bi hablillah melindungi seseorang dari kesesatan dan
I’tishom billahi melindungi seseorang dari kehancuran. Sebab orang yang
berjalan mencapai (keridhoan) Allah seperti seorang yang berjalan diatas satu
jalanan menuju tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam
perjalanan, sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki
dua hal ini.
Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari
kesesatan dan menunjukinya kejalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan
senjata menjadi alat keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan.
I’tishom bi hablillah memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang
I’tishom billah memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab
keselamatannya di perjalanan.
Oleh karena itu hendaknya kita menekuni bidang kita
masing-masing sehingga menjadi ahlinya tanpa meninggalkan upaya mengenal,
mengetahui dan mengamalkan ajaran islam yang merupakan satu kewajiban pokok
setiap muslim. Agar dapat mencapai tujuan penciptaan tersebut dengan menjadikan
keahlian dan kemampuan kita sebagai sarana ibadah dan peningkatan iman dan
takwa kita semua.
Tentu saja hal ini menuntut kita untuk dapat mengambil
faedah dan pengetahuan tantang syariat sebagai wujud syukur kita atas nikmat
yang Allah anugerahkan. Semua itu agar mereka mengakui bahwa mereka adalah
makhluk yang tunduk dan diatur dan mereka memiliki Rabb yang maha pencipta dan
maha mengatur mereka.
Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang
maka penulis menarik suatu rumusan masalah sebagai berikut :
- Apa masalah-masalah manusia dalam kehidupan modern berdasarkan
pandangan Islam ?
- Bagaimanakah peran iman dan takwa dalam menjawab masalah dan tantangan kehidupan modern ?
Tujuan dari
pembahasan makalah ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui apa yang menjadi
dasar dari pengimplementasian iman dan takwa dalam kehidupan modern dan era
globalisasi sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman
Iman menurut
bahasa adalah percaya atau yakin,
keimanan berarti kepercayaan atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah
dasar, inti, atau pokok – pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap
pemeluk agama Islam.
Kata iman
juga berasal dari kata kerja amina-yu’manu – amanan yang berarti percaya. Oleh
karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati.
Dalam surat
al-Baqarah 165, dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat
sangat cinta kepadamat
sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban
lillah). Oleh karena itu, beriman kepada Allah berarti sangat rindu
terhadap ajaran Allah. Oleh karena iu beriman kepada Allah berarti amat sangat
terhadap ajaran Allah yaitu Al-Quran dan sunnah rasul.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan
dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan
amal perbuatan (al-Imaanu ‘aqdun bil
qalbi waiqraarun billisaani wa’amalun bil arkaan)
Istilah iman
dalam al-qur’an selalu dirangkaikan dengan kata lain yang memberikan corak dan
warna tentanhg suatu yang diimani, seperti dalam surat an-Nisa’: 51 yang
dikaitkan dengan jibti (kebatinan/Idealisme) dan thaghut
(realita/nasionalisme). Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan
kata bathil, yaitu wallaziina aamanuu bil
baathili. Bathil berarti tidak benar menurut Allah.Sementara dalam surat
al-Baqarah: 4 iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang diturunkan oleh Allah.
Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan
kata Allah atau ajaran nya, dikatakan sebagai iman haq, sedangkan yang
dikaitkan dengan selainnya dinamakan iman bathil.
Keimanan
adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok dan cabang.
Bukankah sering kita baca atau dengar sabda Rasullah saw. Yang kita jadikan
kata-kata mutiara, misalnya malu adalah sebagian dari iman, kebersihan sebagian
dari iman, cinta bangsa dan Negara sebagian dari iman, bersikap ramah sebagian
dari iman, menyingkirkan duri atau yang lainnya yang dapat membuat orang
sengsara dan menderita, itu juga sebagian dari iman. Diantara cabang - cabang
keimanan yang paling pokok adalah keimanan kepada Allah SWT.
1).
Wujud Iman
Iman bukan
hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim
berbuat amal soleh. Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap
sesuatu, melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai
keyakinannya.
Akidah Islam
adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Seseorang dipandang muslim
atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah muslim maka
segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amal saleh. Apabila
tidak berakidah, maka segala perbuatannya dan amalnya tidak mengandung arti
apa-apa.
Oleh karena
itu, menjadi seorang muslim berarti meyakini dan menjalankan segala sesuatu
yang diajarkan dalam ajaran Islam.
2). Proses
Terbentuknya Iman
Benih iman
yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pembinaan yang bekesinambungan.
Pengaruh pedidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung sangat
berpengaruh terhadap iman seseorang.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman diawali dengan proses perkenalan.
Megenal ajaran Allah harus dilakukan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan
anak itu. Disamping pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan,
seorang anak harus dibiasakan dari kecil untuk mengenal dan melaksanakan ajaran
Allah, agar kelak dapat melaksanakan ajaran -ajaran Allah.
3). Tanda-tanda Orang Beriman
Al-qur’an
menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
1. Jika disebut nama Allah, hatinya akan bergetar dan berusaha
ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya (al-anfal : 2)
2. Senantiasa tawakal, yaitu bekeja keras berdasarkan kerangka
ilmu Allah. (Ali imran : 120, Al maidah:
12, al-anfal : 2, at-taubah: 52, Ibrahim:11)
3.Te rtib
dalam melaksanakan shalat dan selalu melaksanakn perintah-Nya. (al-anfal: 3, Al-mu’minun: 2, 7)
4. Menafkahkan rizki yang diterima dijalan Allah. (al-anfal: 3, Al-mukminun: 2, 7)
5 Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan.
(Al-mukminun: 3, 5)
6 Memelihara amanah dan menepati janji. (Al-mukminun: 6)
7 Berjihad di jalan Allah dan Suka
menolong. (al-Anfal : 74)
8 Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin. (an-nur: 62)
B.
Pengertian Taqwa
Taqwa
berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara
dan melindungi.Sesuai dengan makna
etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang
diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten (
istiqomah ).
Karakteristik orang – orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan
kedalam lima kategori atau indicator ketaqwaan.
a) Iman kepada Allah, para malaikat, kitab –
kitab dan para nabi. Dengan kata lain, instrument ketaqwaan yang pertama ini
dapat dikatakan dengan memelihara fitrah iman.
b) Mengeluarkan harta yang dikasihnya
kepada kerabat, anak yatim, orang – orang miskin, orang – orang yang terputus
di perjalanan, orang – orang yang meminta – minta dana, orang – orang yang
tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang kedua ini, dapat disingkat dengan mencintai sesama
umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta.
c) Mendirikan solat dan menunaikan zakat,
atau dengan kata lain, memelihara ibadah formal.
d) Menepati janji, yang dalam pengertian lain
adalah memelihara kehormatan diri.
e) Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan
diwaktu perang, atau dengan kata lain memiliki semangat perjuangan.
C. Implementasi Iman Dan Taqwa
1. Pemantapan Iman dan Taqwa
Masa depan ditentukan oleh umat yang memiliki kekuatan
budaya yang dominan. Generasi pelopor penyumbang
dibidang pemikiran (aqliyah), dan pembaruan (inovator), perlu dibentuk di era
pembangunan.
Keunggulan generasi pelopor akan di ukur ditengah
masyarakat dengan pengetahuan dan pemahaman (identifikasi) permasalahan yang dihadapi umat, dengan equalisasi mengarah kepada kaderisasi (patah tumbuh hilang
berganti). Keunggulan ini di iringi dengan kemampuan penswadayaan
kesempatan-kesempatan. Pentingnya menumbuhkan generasi pelopor menjadi relevansi
tuntutan agama dalam menatap kedepan.
Mantapnya pemahaman agama dan adat
budaya (tamaddun) dalam perilaku
seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi. Usaha kearah pemantapan metodologi
pengembangan melalui program pendidikan dan pelatihan, pembinaan keluarga,
institusi serta lingkungan mesti sejalin
dan sejalan dengan pemantapan
Akidah Agama pada generasi mendatang. Political action berkenaan
pengamalan ajaran Agama menjadi sumber kekuatan besar menopang proses
pembangunan melalui integrasi aktif,
dimana umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa itu sendiri.
2. Melemahnya Jati Diri
Kelemahan mendasar ditengah perkembangan zaman adalah melemahnya jati diri, dan kurangnya
komitmen kepada nilai luhur agama yang menjadi anutan bangsa. Isolasi diri karena
tidak berkemampuan menguasai “bahasa
dunia” (politik, ekonomi, sosial, budaya, iptek), berujung dengan
hilangnya percaya diri. Kurangnya
kemampuan dalam penguasaan teknologi dasar yang akan menopang
perekonomian bangsa, dipertajam oleh kurangnya minat menuntut ilmu, menjadikan
isolasi diri masyarakat bertambah tertutup. Kondisi ini akan menjauhkan peran
serta di era-kesejagatan (globalisasi),
dan akhirnya membuka peluang menjadi anak jajahan di negeri sendiri.
Sosialisasi pembinaan jati diri bangsa mesti
disejalankan dengan pengokohan lembaga keluarga (extended family), dan peran serta masyarakat pro aktif menjaga kelestarian adat
budaya (hidup beradat, di masyarakat Minangkabau adat bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah). Setiap generasi yang di lahirkan
dalam satu rumpun bangsa wajar tumbuh menjadi kekuatan yang peduli dan
pro-aktif menopang pembangunan bangsa.
Melibatkan generasi muda secara aktif menguatkan
jalinan hubungan timbal balik antara masyarakat
serumpun di desa dalam tata kehidupan sehari-hari. Aktifitas ini
mendorong lahirnya generasi penyumbang
yang bertanggung jawab, di samping antisipasi lahirnya generasi lemah.
3. Arus Globalisasi
Menjelang berakhirnya alaf kedua memasuki millenium ketiga, abad dua puluh satu
ditemui lonjakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pesat. Globalisasi sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses menjadikan sesuatu mendunia (universal),
baik dalam lingkup maupun aplikasinya. Era globalisasi adalah era perubahan cepat. Dunia akan transparan,
terasa sempit seakan tanpa batas.
Hubungan
komunikasi, informasi, transportasi menjadikan jarak satu sama lain menjadi
dekat, sebagai akibat dari revolusi industri, hasil dari pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Arus globalisasi juga menggeser pola hidup masyarakat dari
agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan
modern.
Arus kesejagatan (globalisasi) secara dinamik memerlukan penyesuaian kadar agar arus
kesejagatan tidak mencabut generasi dari akar budaya bangsanya. Sebaliknya arus
kesejagatan mesti di rancang bisa merobah apa yang tidak di kehendaki.
Membiarkan diri terbawa arus deras perubahan sejagat tanpa
memperhitungkan jati diri akan menyisakan malapetaka. Globalisasi menyisakan banyak
tantangan (sosial, budaya, ekonomi, politik, tatanan, sistim, perebutan
kesempatan menyangkut banyak aspek kehidupan kemanusiaan.
Globalisasi juga menjanjikan harapan dan kemajuan. Setiap Muslim harus ‘arif dalam
menangkap setiap pergeseran dan tanda-tanda perubahan zaman. Kejelian dalam
menangkap ruh zaman (zeitgeist)
mampu men- jaring peluang‑peluang yang ada, sehingga memiliki visi jauh ke
depan. Diantara yang menjanjikan itu
adalah pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pesatnya pertumbuhan ekonomi menjadi
alat untuk menciptakan kemakmuran masyarakat.
4. Paradigma
Tauhid
Paradigma tauhid, laa ilaaha illa Allah, mencetak manusia menjadi ‘abid, hamba yang mengabdi kepada
Allah dalam arti luas, berkemampuan melaksanakan ajaran syar’iy mengikuti perintah Allah dan
sunnah Rasul Allah, untuk menjadi manusia mandiri (self help), sesuai dengan
eksistensi manusia itu di jadikan.
Manusia
pengabdi (‘abid) adalah manusia yang tumbuh dengan Akidah Islamiah yang kokoh. Akidah
Islamiah merupakan sendi fundamental
dari dinul Islam, dan titik dasar paling awal untuk menjadikan seorang muslim.
Akidah adalah
keyakinan bulat tanpa ragu, tidak sumbing dengan kebimbangan, membentuk manusia
dengan watak patuh dan ketaatan
yang menjadi bukti penyerahan total kepada Allah. Akidah menuntun hati manusia kepada pembenaran kekuasaan Allah
secara absolut. Tuntunan Akidah membimbing hati manusia merasakan nikmat rasa
aman dan tentram dalam mencapai Nafsul
Mutmainnah dengan segala
sifat-sifat utama.
Apabila Akidah tauhid telah hilang, dapat dipastikan
akan lahir prilaku fatalistis
dengan hanya menyerah kepada nasib sambil bersikap apatis dan pesimis.
Sikap negatif ini adalah virus berbahaya bagi individu pelopor penggerak
pembangunan. Keyakinan tauhid secara hakiki menyimpan kekuatan besar berbentuk energi ruhaniah yang mampu mendorong
manusia untuk hidup inovatif.
D.
Problematika, Tantangan dan Resiko Dalam Kehidupan
Modern
Problem-problem manusia dalam
kehidupan modern adalah munculnya dampak negatif (residu), mulai dari berbagai
penemuan teknologi yang berdampak terjadinya pencemaran lingkungan, rusaknya
habitat hewan maupun tumbuhan, munculnya beberapa penyakit, sehingga belum lagi
dalam peningkatan yang makro yaitu berlobangnya lapisan ozon dan penasan global
akibat akibat rumah kaca.
Aktualisasi taqwa adalah bagian dari
sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu pentingnya taqwa yang harus dimiliki
oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini sehingga beberapa syariat islam
yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud pembentukan diri seorang muslim
supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering lagi setiap khatib pada
hari jum’at atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah untuk selalu
bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan beragama
membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan hidup
manusia (ibadah).
Taqwa adalah satu hal yang sangat
penting dan harus dimiliki setiap muslim. Signifikansi taqwa bagi umat islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi
pembeda dengan umat lain bahkan dengan
jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi iman seorang muslim. Seorang
muslim yang beriman tidak ubahnya seperti binatang, jin dan iblis jika tidak
mangimplementasikan keimanannya dengan sikap taqwa, karena binatang, jin dan
iblis mereka semuanya dalam arti sederhana beriman kepada Allah yang
menciptakannya, karena arti iman itu sendiri secara sederhana adalah “percaya”,
maka taqwa adalah satu-satunya sikap pembeda antara manusia dengan makhluk
lainnya. Seorang muslim yang beriman dan sudah mengucapkan dua kalimat syahadat
akan tetapi tidak merealisasikan keimanannya dengan bertaqwa dalam arti
menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, dan dia juga
tidak mau terikat dengan segala aturan agamanya dikarenakan kesibukannya atau
asumsi pribadinya yang mengaggap eksistensi syariat agama sebagai pembatasan
berkehendak yang itu adalah hak asasi manusia, kendatipun dia beragama akan
tetapi agamanya itu hanya sebagai identitas pelengkap dalam kehidupan
sosialnya, maka orang semacam ini tidak sama dengan binatang akan tetapi
kedudukannya lebih rendah dari binatang, karena manusia dibekali akal yang
dengan akal tersebut manusia dapat melakukan analisis hidup, sehingga pada
akhirnya menjadikan taqwa sebagai wujud implementasi dari keimanannya.
Taqwa adalah sikap abstrak yang
tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya berhubungan dengan syariat
agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha
melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan
ini. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah bahwa umat islam berada dalam
kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan cenderung serba boleh.
Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang
dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya, ditambah
lagi kondisi religius yang kurang mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda
dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan
situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang.
Adanya kematian sebagai sesuatu yang
pasti dan tidak dapat dikira-kirakan serta adanya kehidupan setelah kematian
menjadikan taqwa sebagai obyek vital yang harus digapai dalam kehidupan manusia
yang sangat singkat ini. Memulai untuk bertaqwa adalah dengan mulai melakukan
hal-hal yang terkecil seperti menjaga pandangan, serta melatih diri untuk
terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, karena
arti taqwa itu sendiri sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally
dalam tafsirnya bahwa arti taqwa adalah “imtitsalu awamrillahi
wajtinabinnawahih”, menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala
laranganya.
Beberapa problem yang sering
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
Problem
dalam Hal Ekonomi
Semakin lama manusia semakin
menganggap bahwa dirinya merupakan homo economicus, yaitu merupakan makhluk
yang memenuhi kebutuhan hidupnya dan melupakan dirinya sebagai homo religious
yang erat dengan kaidah – kaidah moral. Ekonomi kapitalisme materialisme yang
menyatakan bahwa berkorban sekecil – kecilnya dengan menghasilkan keuntungan
yang sebesar – besarnya telah membuat manusia menjadi makhluk konsumtif yang
egois dan serakah.
Problem dalam Bidang Moral
Pada hakikatnya Globalisasi adalah sama halnya dengan
Westernisasi. Ini tidak lain hanyalah kata lain dari penanaman nilai –
nilai Barat yang menginginkan lepasnya ikatan – ikatan nilai moralitas agama
yang menyebabkan manusia Indonesia pada khususnya selalu “berkiblat” kepada
dunia Barat dan menjadikannya sebagai suatu symbol dan tolok ukur suatu
kemajuan.
Problem dalam Bidang Agama
Tantangan agama dalam kehidupan modern ini lebih
dihadapkan kepada faham Sekulerisme yang menyatakan bahwa urusan dunia
hendaknya dipisahkan dari urusan agama. Hal yang demikian akan menimbulkan apa
yang disebut dengan split personality di mana seseorang bisa berkepribadian
ganda. Misal pada saat yang sama seorang yang rajin beribadah juga bisa menjadi
seorang koruptor.
Problem dalam Bidang Keilmuan
Masalah yang paling kritis dalam bidang keilmuan
adalah pada corak kepemikirannya yang pada kehidupan modern ini adalah menganut
faham positivisme dimana tolok ukur kebenaran yang rasional, empiris,
eksperimental, dan terukur lebih ditekankan. Dengan kata lain sesuatu dikatakan
benar apabila telah memenuhi criteria ini. Tentu apabila direnungkan kembali
hal ini tidak seluruhnya dapat digunakan untuk menguji kebenaran agama yang
kadang kala kita harus menerima kebenarannya dengan menggunakan keimanan yang
tidak begitu poluler di kalangan ilmuwan – ilmuwan karena keterbatasan rasio
manusia dalam memahaminya.
Perbedaan metodologi yang lain bahwa dalam keilmuan
dikenal istilah falsifikasi. Artinya setiap saat kebenaran yang sudah diterima
dapat gugur ketika ada penemuan baru yang lebih akurat. Sangat jauh dan
bertolak belakang dengan bidang keagamaan.Jika anda tidak salah lihat, maka
akan banyak anda temukan banyak ilmuwan yang telah menganut faham atheis (tidak
percaya adanya tuhan) akibat dari masalah – masalah dalam bidang keilmuan yang
telah tersebut di atas.
Pengaruh Modernisasi dalam Kehidupan Islam
Dalam abad teknologi ultra moderen
sekarang ini, manusia telah diruntuhkan eksistensinya sampai ketingkat mesin
akibat pengaruh morenisasi. Roh dan kemuliaan manusia telah diremehkan begitu
rendah. Manusia adalah mesin yang dikendalikan oleh kepentingan financial untuk
menuruti arus hidup yang materialistis dan sekuler. Martabat manusia
berangsur-angsur telah dihancurkan dan kedudukannya benar-benar telah
direndahkan. Modernisai adalah merupakan gerakan yang telah dan sedang
dilakukan oleh Negara-negara Barat Sekuler untuk secara sadar atau tidak, akan
menggiring kita pada kehancuran peradaban. Tak sedikit dari orang-orang Islam
yang secara perlahan-lahan menjadi lupa akan tujuan hidupnya, yang semestinya
untuk ibadah, berbalik menjadi malas ibadah dan lupa akan Tuhan yang telah
memberikannya kehidupan. Akibat pengaruh modernisasi dan globalisasi banyak
manusia khususnya umat Islam yang lupa bahwa sesungguhnya ia diciptakan bukanlah
sekedar ada, namun ada tujuan mulia yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.
Kondisi diatas meluaskan segala hal
dalam aspek kehidupan manusia. Sehingga tidak mengherankan ketika batas-batas
moral, etika dan nilai-nilai tradisional juga terlampaui. Modernisasi yang
berladangkan diatas sosial kemasyarakatan ini juga tidak bisa mengelak dari
pergeseran negatif akibat modernisasi itu sendiri. Peningkatan intensitas dan
kapasitan kehidupan serta peradaban manusia dengan berbagai turunannya itu juga
meningkatan konstelasi sosial kemasyarakatan baik pada level individu
ataupun level kolektif. Moralitas, etika dan nilai-nilai terkocok ulang menuju
keseimbangan baru searah dengan laju modernisasi. Pegerakan ini tentu saja
mengguncang perspektif individu dan kolektif dalam tatanan kemasyarakatan yang
telaha ada selama ini.
Perubahan kepercayaan, pemikiran, kebudayaan, dan
peradaban merupakan prasyarat bagi perubahan ekonomi, politik, dan sebagainya.
Itulah sebabnya, ketika masyarakat modern tak dapat mengakomodasikan apa yang
tersedia di lingkungannya, mereka memilih alternatif atau model dari negara
imperialis yang menjadi pusat-pusat kekuatan dunia. Secara politis, mereka
berlindung pada negara-negara tersebut. Terbukalah kemungkinan konfrontasi
antara kekuatan eksternal dengan kekuatan internal (kekuatan Islam) bila Islam
hendak ditampilkan sebagai kekuatan nyata. Morernisasi bagi umat Islam tidak
perlu diributkan, diterima ataupun ditolak, namun yang paling penting dari
semua adalah seberapa besar peran Islam dalam menata umat manusia menuju tatanan dunia baru yang lebih maju dan
beradab. Bagi kita semua, ada atau tidaknya istilah modernisasi dan globalisasi
tidak menjadi masalah, yang penting ajaran Islam sudah benar-benar diterima
secara global, secara mendunia oleh segenap umat manusia, diterapkan dalam
kehidupan masing-masing pribadi, dalam berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Sebagai umat Islam hendaknya nilai
modern jangan kita ukur dari modernnya
pakaiannya, perhiasan dan penampilan. Namun modern bagi umat Islam adalah
modern dari segi pemikiran, tingkah laku, pergaulan, ilmu pengetahuan,
teknologi, ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan yang dijiwai akhlakul
karimah, dan disertai terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera dalam
naungan ridha Allah SWT.
E. Peran Iman dan Takwa dalam
Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modern
Pengaruh
iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa
pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia:
a. Iman melenyapkan kepercayaan pada
kekuasaan benda
Orang
yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah
hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat
mencegahnya. Sebaliknya,jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada
satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan
keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan
sedang memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda
keramat, mengikis kepercayaan pada khufarat, takhyul, jampi-jampi dan
sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat Al Fatihah
ayat 1-7
b. Iman menanamkan semangat berani
menghadapi maut
Takut
menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak diantara manusia
yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut menghadapi resiko. Orang
yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang
beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah:
Dimana saja
kamu berada, kematian akan datang mendapatkan kamu kendatipun kamu di benteng
yang tinggi lagi kokoh.( An Nisa 4: 78)
c. Iman menanamkan sikap self help
dalam kehidupan
Rezeki
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan
pendirian bahkan tidak segan-segan melepaskan prinsip,menjual
kehormatan,bermuka dua,menjilat dan memperbudak diri karena kepentingan materi.
Pegangan orang beriman dalam hal ini adalah firman Allah:
Dan tidak
ada satu binatang melatapun dibumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya,
dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat penyimpanannya. Semuanya
tertulis dalam kitab yang nyata (lauhul mahfud) (Hud,
11:6)
d. Iman memberikan kententraman jiwa
Acapkali
manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguan dan
kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan , hatinya
tentram(mutmainah), dan jiwanya tenang(sakinah), seperti dijelaskan firman
Allah:
…..(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat
Allah. Ingatlah,hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram (Ar-Ra’d,13:28)
e. Iman mewujudkan kehidupan yang baik
(hayatan tayyibah)
Kehidupan
manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan kebaikan dan
mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah :
Barang siapa
yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahal yang lebih baik
dari apa yang mereka kerjakan. (An Nahl, 16:97)
f. Iman melahirkan sikap ikhlas dan
konsekuen
Iman memberi
pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat ikhlas, tanpa pamrih , kecuali
keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang telah
diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa
berfirman pada firman Allah:
Katakanlah :
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam. (Al-An’aam, 6:162)
g. Iman memberikan keberuntungan
Orang yang
beriman selalu berjalan pada arah yang benar karena Allah membimbing dan
mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman
adalah orang yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
Mereka
itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung. (Al-Baqarah, 2:5)
h. Iman mencegah penyakit
Ahlak,
tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis tubuh
manusia mukmin dipengaruhi oleh iman.
Jika seseorang jauh dari prinsip-prinsip iman, tidak
mengacuhkan azas moral dan ahlak, merobek-robek nilai kemanusiaan dalam setiap
perbuatannya, tidak pernah ingat kepada Allah, maka orang yang seperti ini
hidupnya akan dikuasai oleh kepanikan dan ketakutan.
Hal itu akan
menyebabkan tingginya hormon adrenalin dan persenyawaan kimia lainnya.
Selanjutnya akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap biologi tubuh serta
lapisan otak bagian atas. Hilangnya keseimbangan hormon dan kimiawi akan
mengakibatkan terganggunya kelancaran proses metabolisme zat dalam tubuh
manusia. Pada waktu itulah timbullah gejala penyakit, rasa sedih, dan
ketegangan psikologis, serta hidupnya selalu dibayangi oleh kematian.
Demikianlah pengaruh dan manfaat iman pada
kehidupan manusia, ia bukan hanya sekedar kepercayaan yang berada dalam hati,
tetapi menjadi kekuatan yang mendorong dan membentuk sikap perilaku hidup.
Apabila suatu masyarakat terdiri dari orang-orang yang beriman, maka akan
terbentuk masyarakat yang aman, tentram, damai, dan sejahtera.
F. Peran
Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modern
- Iman
melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
-
Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
-
Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan
-
Iman memberikan ketenangan jiwa
-
Iman memberikan kehidupan yang baik
-
Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
-
Iman memberikan keberuntungan
-
Iman mencegah penyakit
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Iman menurut
bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti kepercayaan atau keyakinan.
Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti, atau pokok – pokok kepercayaan
yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama Islam.
Kata iman
juga berasal dari kata kerja amina-yu’manu – amanan yang berarti percaya. Oleh
karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati.
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang
berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi.Sesuai dengan makna
etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang
diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten (
istiqomah ).
Mantapnya pemahaman agama dan adat
budaya (tamaddun) dalam perilaku
seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi. Usaha kearah pemantapan metodologi
pengembangan melalui program pendidikan dan pelatihan, pembinaan keluarga,
institusi serta lingkungan mesti sejalin
dan sejalan dengan pemantapan
Akidah Agama pada generasi mendatang. Political action berkenaan
pengamalan ajaran Agama menjadi sumber kekuatan besar menopang proses
pembangunan melalui integrasi aktif,
dimana umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa itu sendiri.
Pemberdayaan lembaga adat, agama, perguruan tinggi,
untuk meraih keberhasilan, mesti sejalan dengan kelompok umara’ yang adil (kena pada
tempatnya). Pertemuan pendapat ilmuan dan para pengamat melalui
dialog, penekanan amanah kepada pemegang kendali ekonomi, menyatukan gerak
masyarakat disertai do’a (harapan) sebagai perpaduan usaha, menjadi pekerjaan
mendesak meniti pengembangan pembangunan (development). Peran da’i ilaa Allah aktif menyokong
mempertahankan nilai-nilai ruhaniyah sebagai modal dalam menghasilkan yang
belum dimiliki. Generasi pelopor (inovator) pembangunan harus dipersiapkan
supaya tidak lahir generasi pengguna (konsumptif) yang tidak produktif, yang merupakan benalu bagi
bangsa dan negara.
Melibatkan generasi muda secara aktif menguatkan
jalinan hubungan timbal balik antara masyarakat serumpun di desa dalam
tata kehidupan sehari-hari. Aktifitas ini mendorong lahirnya generasi
penyumbang yang bertanggung jawab, di samping antisipasi lahirnya generasi
lemah.
2. Saran
Permasalahan-permasalahan
yang ada di era globalisasi sekarang yang banyak menyimpang dari aturan agama
khususnya di Indonesia sangat miris sekali. Yang diperlukan sekarang adalah generasi muda yang handal, dengan daya kreatif, innovatif, kritis, dinamis, tidak mudah terbawa arus,
memahami nilai‑nilai budaya luhur, siap bersaing dalam knowledge based society,
punya jati diri yang jelas, memahami dan mengamalkan nilai‑nilai ajaran Islam
sebagai kekuatan spritual. Kekuatan yang memberikan motivasi
emansipatoris dalam mewujudkan sebuah kemajuan fisik‑material, tanpa harus
mengorbankan nilai‑nilai kemanusiaan.
3. Daftar Pustaka
Abdiansyah,
Septian. 2010. Keimanan dan Ketaqwaan. http://tugaskuliahseptian.blogspot.com/2010/06/keimanan-dan-ketakwaan.html
Abr26. 2011.
Pengertian iman dan taqwa. http:// tugas
agama/imtaq.html
Punya
papinka. 2011. Implementasi iman dan takwa. http://IMPLEMENTASI
IMAN DAN TAQWA DALAM KEHIDUPAN MODERN _ punyanyavika.html
Tafany,
2009. Iman dan taqwa, http://pengertian-iman-dan-taqwa
-----.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar