Daftar Isi
Daftar Isi .......................................................................................................................i
Kata Pengantar.............................................................................................................ii
Bab 1 : Pendahuluan
A.
Latar
Belakang..................................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................................1
C.
Batasan
Masalah..............................................................................................1
Bab 2 : Materi atau Pembahasan
A.
Mataram
Kuno..................................................................................................3
B.
Singasari...........................................................................................................5
C.
Kediri.................................................................................................................7
D.
Majapahit..........................................................................................................8
Bab 3 : Penutup
A.
Kesimpulan.....................................................................................................14
B.
Saran..............................................................................................................14
Daftar
Pustaka...........................................................................................................15
Kata Pengantar
Puji syukur kita
panjatkan kehadirat Allah SWT karena nikmat –Nya yang begitu besar akhirnya
makalah ini dapat selesai dengan baik. Shalawat serta salam tetap ditujukan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, nabi yang telah membawa ummatnya dari
zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Makalah yang telah
dibuat ini telah disusun dengan sebaik-baiknya, tapi penyusun hanyalah manusia
biasa yang tak luput dari kesalahan maka kami dengan terbuka menerima kritik
dan saran dari para pembaca.
Akhir kata, semoga
makalah ini memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada para pembaca.
Maros, 23 Januari 2018
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia mulai berkembang pada
zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara
tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur
Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi,
dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di
Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir
dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Kerajaan Mataram kuno adalah
kerajaan zaman hindu yang banyak meninggalkan sejarah melalui prasasti yang
ditemukan. Sejak abad 10 kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dimulai dari
pemerintahan Mpu Sindok yang kemudian di gantikan oleh Sri Lokapala.
Selanjutnya adalah Makuthawangsa Wardhana, terakhir adalah Dharmawangsa Teguh
sebagai penutup Kerajaan Mataram Kuno atau medang.
Kerajaan Singosari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di
Nusantara vang didirikan oleh Ken Arok pada 1222. Sejarah Kerajaan Singasari
berawal dari Kerajaan Tumapel, yang dikuasai oleh seorang akuwu (bupati).
Letaknya di daerah pegunungan yang subur di wilayah Malang dengan pelabuhannya
bernama Pasuruan. Dari daerah inilah Kerajaan Singosari berkembang dan bahkan
menjadi sebuah kerajaan besar di Jawa Timur, terutama setelah berhasil
mengalahkan Kerajaan Kediri dalam pertempuran di dekat Ganter tahun 1222 M. Kerajaan Singosari mencapai puncak
kejayaan ketika dipimpin oleh Raja Kertanegara (1268-1292) yang bergelar
Maharajadhiraja Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri
diawali dengan perintah Raja Airlangga yang membagi kerajaan menjadi dua
bagian, yakni Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi dengan
Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya supaya tidak ada pertikaian. Kerajaan
Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan Delta Sungai Brantas dengan
pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, Ibu Kotanya Kahuripan. Sedangkan
Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi, Kediri, Madiun, dan Ibu Kotanya Daha.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
perkembangan kehidupan politik dan pemerintahan kerajaan mataram kuno, singasari,
kediri, dan majapahit?
2.
Bagaimana
perkembangan kehidupan ekonomi kerajaan mataram kuno, singasari, kediri, dan
majapahit?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, materi yang hanya
kami bahas terbatas pada kehidupan politik dan kehidupan kerajaan hindu-buddha.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Mataram Kuno
Kehidupan
Politik dan Pemerintahan
Kehidupan politik kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha membawaperubahan baru
dalam kehidupansosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Struktur sosial dari
masa Kutai hingga Majapahit mengalami perkembangan yang berevolusi namun
progresif. Dunia perekonomian pun mengalami perkembangan dari yang semula
sistem barter hingga sistem nilai itu karuang.Sumber−sumber berita Cina
mengungkapkan keadaan masyarakat Mataram dari abad ke−7 sampai ke−10.
Kegiatan perdagangan baik di dalam maupun luar negeri berlangsung ramai.
Hal ini terbukti dari ditemukannya barang-barang keramik dari Vietnam dan
Cina. Kenyataa ini dikuatkan lagi dengan berita dari Dinasi Tang yang menceritakan
kebesaran sebuah kerajaan dari Jawa.
Dari Prasasti Warudu Kidul diperolehin formasi adanya sekumpulan orang
asing yang berdiam di Mataram. Mereka mempunyai status yang berbeda dengan
penduduk pribumi. Mereka membayar pajak yang berbeda yang tentunya lebih mahal
daripada rakyat pribumi Mataram. Kemungkinan besar mereka itu adalah
parasaudagar dariluar negeri.Namun, sumber−sumber local tidak memperinci lebih
lanjut tentang orang−orang asingini. Kemungkinan besar mereka adalah kaum
migran dari Cina.Dari berita Cina diketahui bahwa di ibu kota kerajaan terdapat
istana raja yang dikelilingi dinding dari batu bata dan batang kayu. Di dalam
istana, berdiam raja beserta keluarganya dan para abdi. Di luaristana
(masih di dalam lingkungan dinding kota) terdapat kediaman param pejabat tinggi
kerajaan termasuk putra mahkota beserta keluarganya. Mereka tinggal dalam
perkampungan khusus di manapara hamba dan budak yang dipekerjakan di istana
juga tinggl sekitarnya. Sisa-sisa peninggalan pemukiman khusus ini sampai
sekarang masih bisa kita temukan di Yogyakarta dan Surakarta. Di luar tembok
kota berdiam rakyat yang merupakan kelompok terbesar.
Kehidupan masyarakat Mataram umumnya bersifat agraris karena pusat
Mataram terletak di pedalaman, bukan di pesisir pantai. Pertanian merupakan
sumber kehidupan kebanyakan rakyat Mataram. Di sampingitu, penduduk di desa
(disebutwanua) memelihara ternak seperti kambing, kerbau, sapi, ayam,
babi, danitik.Sebagai tenagakerja, merekajugaberdagang danmenjadi
pengrajin.
Dari Prasasti Purworejo (900 M) diperoleh informasi tentang kegiatan
perdagangan. Kegiatan di pasar ini tidak diaadakan setiap hari melainkan
bergilir, berdasarkan pada hari pasaran menurutka lender Jawa Kuno. Pada hari
Kliwon, pasardiadakan di pusatkota. Pada har I Mani satau legi, pasar
diadakan di desabagian timur. Pada hari Paking (Pahing), pasar diadakan di desa
sebelah selatan.Pada hari Pon, pasar diadakan di desa sebelah barat. Padahari
Wage, pasar diadakan di desasebelah utara.
Pada hari pasaran ini, desa−desa yang menjadi pusat perdagangan, ramai
didatangi pembeli dan penjual dari desa−desa lain. Mereka datang dengan
berbagai cara, melalui transportasi darat maupun sungai sambil membawa barang
dagangannya seperti beras, buah−buahan, dan ternak untuk dibarterdengan
kebutuhan yang lain. Selain pertanian, industri rumah tangga juga sudah
berkembang. Beberapa hasil industry ini antara lain anyaman seperti keranjang,
perkakas dari besi, emas, tembaga, perunggu, pakaian, gula, kelapa, arang, dan
kapur sirih. Hasil produksi industri ini dapat diperoleh di pasar−pasar
tadi.Sementaraitu, bila seseorang berjasa (biasanya pejabat militer atau
kerabat istana) kepada Kerajaan, maka orang bersangkutan akan diberi hak
memiliki tanah untuk dikelola. Biasanya tempat itu adalah hutan yang kemudian
dibukamenjadi pemukiman baru. Orang yang diberi tanah baru itu diangkat menjadi
penguasa tempat yang baru dihadiahkan kepadanya. Ia bisa saja menjadi akuwu
(kepaladesa), senopati, atau adipati atau menteri. Bisa pula sebuah wilayah
dihadiahkan kepada kaum brahmana atau rahibuntuk di jadikan asrama sebagai
tempat tinggal mereka, dan di sekitar asrama tersebut biasanya didirikan candi
atau wihara.
Aspek Kehidupan Ekonomi
Rakyat
Mataram menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan
banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor
hasil pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian
telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi. Yang diperdagagkan
pertama-tama hasil bumi, seperti beras, buah-buahan, sirih pinang, dan buah
mengkudu. Juga hasil industry rumah tangga, seperti alat perkakas dari besi dan
tembaga, pakaian,paying,keranjang, dan barang-barang anyaman, gula, arang, dan
kapur sirih. Binatang ternak seperti kerbau, sapi, kambing, itik, dan ayam
serta telurnya juga di perjualbelikan.Usaha perdagangan juga mulai mendapat
perhatian ketika Raja Balitung berkuasa.Raja telah memerintahkan untuk membuat
pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri aliran Sungai
Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas
perdagangan melalui aliran sungai tersebut.Sebagai imbalannya, penduduk desa di
kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarya
pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan
menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
B.
Singasari
Kehidupan Politik
Kerajaan Singosari yang pemah mengalami kejayaan dalam perkembangan sejarah
Hindu di Indonesia pernah diperintah oleh raja-raja sebagai berikut.
Raja Ken Arok Setelah kemenangannya dalam pertempuran melawan Kerajaan
Kediri, Ken Arok memutuskan untuk membuat dinasti Bhattara serta membangun
kerajaan baru dengan nama Kerajaan Singasari.
Ken Arok sebagai raja pertama Kerajaan Singasari bergelar Sri Ranggah
Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi dan dinastinya bernama Dinasti Girindrawangsa
(Dinasti Keturunan Siwa). Pendirian dinasti ini bertujuan menghilangkan jejak
tentang siapa sebenarnya Ken Arok dan mengapa ia berhasil mendirikan kerajaan.
Di samping itu, agar keturunan-keturunan Ken Arok (bila suatu saat menjadi raja
besar) tidak ternoda oleh perilaku dan tindakan kejahatan yang pemah dilakukan
oleh Ken Arok. Raja Ken Arok memerintah pada tahun 1222-1227 M. Masa pemerintahan
Ken Arok diakhiri secara tragis, saat ia dibunuh oleh kaki tangan Anusapati,
yang merupakan anak tirinya (anak Ken Dedes dengan suami pertamanya Tunggul
Ametung).
Raja Anusapati Dengan meninggalnya Ken Arok, tahta Kerajaan Singasari
langsung dipegang oleh Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahan yang cukup
lama itu (1227-1248 M), Anusapati tidak melakukan pembaruan-pembaruan, karena
Anusapati larut dengan kegemarannya sendiri, yaitu menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai kepada putra Ken
Arok dengan Ken Umang yang bernama Tohjaya. Tohjaya mengetahui bahwa Anusapati
suka menyabung ayam, karena itu Anusapati diundang untuk menyabung ayam di
Gedong Jiwa (tempat kediaman Tohjaya). Saat Anusapati sedang asyik melihat
aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjaya mencabut keris Empu Gandring yang
dibawa Anusapati dan langsung menusukkan ke punggung Anusapati hingga ia
meninggal.
Raja Tohjaya Dengan meninggalnya Anusapati, tahta kerajaan dipegang oleh
Tohjaya. Tohjaya memerintah Kerajaan Singasari hanya beberapa bulan saja (1248
M), karena putra Anusapati yang bernama Ranggawuni mengetahui perihal kematian
Anusapati. Ranggawuni yang dibantu oleh Mahesa Cempaka menuntut hak atas tahta
kerajaan kepada Tohjaya. Tetapi Tohjaya mengirim pasukannya untuk menangkap
Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Rencana Tohjaya telah diketahui oleh Ranggawuni
dan Mahesa Cempaka, sehingga keduanya melarikan diri sebelum pasukan Tohjaya
menangkap mereka.
Untuk menyelidiki persembunyian Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, Tohjaya
mengirim pasukan di bawah pimpinan Lembu Ampal. Namun, Lembu Ampal akhirnya
menyadari bahwa yang berhak atas tahta kerajaan ternyata Ranggawuni, maka ia
berbalik memihak Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Ranggawuni yang dibantu Mahesa
Cempaka dan Lembu Ampal berhasil merebut tahta kerajaan dari tangan Tohjaya.
Selanjutnya Ranggawuni menduduki tahta Kerajaan Singasari.
Raja Wisnuwardhana Ranggawuni naik tahta atas Kerajaan Singasari dengan
gelar Sri JayaWisnuwardhana dibantu oleh Mahesa Cempaka dengan gelar
Narasinghamurti. Mereka memerintah bersama Kerajaan Singasari (1248-1268 M).
Wisnuwardhana sebagai raja, Narasinghamurti sebagai Ratu Angabhaya.
Pemerintahan kedua penguasa tersebut membawa keamanan dan kesejahteraan. Pada
tahun 1254 M, Wisnuwardhana mengangkat putranya sebagai Yuvaraja (raja muda)
dengan maksud untuk mempersiapkan putranya yang bernama Kertanegara menjadi
seorang raja besar di Kerajaan Singasari. Setelah Wisnuwardhana meninggal dunia
(dialah satu-satunya raja yang meninggal tidak terbunuh di Kerajaan Singasari),
tahta KerajaaSingasari beralih kepada Kertanegara.
Raja Kertanegara Raja Kertanegara (1268-1292 M) merupakan raja terkemuka
dan raja terakhir dari Kerajaan Singasari. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan
Singasari mencapai masa kejayaannya. Stabilitas kerajaan yang diwujudkan pada
masa pemerintahan Raja Wisnuwardhana disempurnakan lagi dengan
tindakan-tindakan yang tegas dan berani. Setelah keadaaan Jawa Timur dianggap
baik, Raja Kertanegara melangkah ke luar Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita
persatuan seluruh Nusantara di bawah panji Kerajaan Singasari.
Upaya yang ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik
dalam dan luar negeri. Dalam rangka mewujudkan Stabilitas politik Kerajaan
Singasari, Raja Kertanegara menempuh jalan sebagai berikut.
a.Kebijakan dalam negeri
· Pergantian
pejabat kerajaan, bertujuan menggalang pemerintahan yang kompak.
· Memelihara
keamanan dan melakukan politik perkawinan. Tujuannya menciptakan kerukunan dan
politik yang stabil.
b.Kebijakan Luar Negeri
· Menggalang
persatuan ‘Nusantara’ dengan mengutus ekspedisi tentara Pamalayu ke Kerajaan
Melayu (Jambi). Mengutus pasukan ke Sunda, Bali, Pahang.
· Menggalang
kerjasama dengan kerajaan lain. Contohnya menjalin persekutuan dengan kerajaan
Campa.
Dari tindakan-tindakan politik Kertanegara tersebut, di satu sisi
Kertanegara berhasil mencapai cita-citanya memperluas dan memperkuat Singasari,
tetapi dari sisi yang lain muncul beberapa ancaman yang justru berakibat
hancurnya Singasari. Ancaman yang muncul dari luar yaitu dari tentara
Kubilai-Khan dari Cina Mongol karena Kertanegara tidak mau mengakui
kekuasaannya bahkan menghina utusan Kubilai-khan yaitu Meng-chi. Dari dalam
adanya serangan dari Jayakatwang (Kadiri) tahun 1292 yang bekerja sama dengan
Arya Wiraraja Bupati Sumenep yang tidak diduga sebelumnya. Kertanegara
terbunuh, maka jatuhlah Singasari di bawah kekuasaan Jayakatwang dari Kediri.
Setelah Kertanegara meninggal maka didharmakan/diberi penghargaan di candi Jawi
sebagai Syiwa Budha, di candi Singasari sebagai Bhairawa. Di Sagala sebagai
Jina (Wairocana) bersama permaisurinya Bajradewi. Untuk memperjelas pemahaman
Anda, tentang candi Singosari tempat Kertanegari di muliakan,
Kehidupan Ekonomi
Dalam kehidupan ekonomi, walaupun tidak ditemukan sumber secara jelas. Ada
kemungkinan perekonomian ditekankan pada pertanian dan perdagangan karena
Singosari merupakan daerah yang subur dan dapat memanfaatkan sungai Brantas dan
Bengawan Solo sebagai sarana lalu lintas perdagangan dan pelayaran.
C. Kediri
Kehidupan
Politik
Raja
pertama Kediri adalah Samarawijaya. Selama menjadi Raja Kediri, Samarawijaya
selalu berrselisih paham dengan saudaranya, Mapanji Garasakan yag berkuasa di
Jenggala. Keduanya merasa berhak atas seluruh takhta Raja Airlangga (Kerajaan
Medang Kamulan) yang meliputi hampir seluruh wilayah Jawa Timur dan sebagian
Jawa Tengah. Akhirnya perselisihan tersebut menimbulkan perang saudara yang
berlangsung hingga tahun 1052. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Samarawijaya
dan berhasil menaklukan Jenggala.
Kehidupan
Ekonomi
Perekonomian
di Kediri bertumpu pada sektor pertanian dan perdagangan. Sebagai kerajaan
agraris, Kediri memiliki lahan pertanian yang baik di sekitar Sungai Brantas.
Pertanian menghasilkan banyak beras dan menjadikannya komoditas utama
perdagangan. Sektor perdagangan Kediri dikembangkan melalui jalur pelayaran
Sungai Brantas. Selain beras, barang-barang yang diperdagangkan di Kediri
antara lian emas, perak, kayu cendana, rempah-rempah, dan pinang.
D.
Majapahit
Kehidupan Politik
Kehidupan politik yang terjadi di Kerajaan
Majapahit dapat dilihat pada masa pemerintahan raja-raja berikut ini.
1) Raden Wijaya (1293–1309)
Raden Wijaya dinobatkan menjadi Raja
Majapahit pertama pada tahun 1293 dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.
Sebagai seorang raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat putri
Kertanegara sebagai permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai seorang putra
yang bernama Jayanegara, sedangkan dari Gayatri, Raden Wijaya mempunyai dua
orang putri, yaitu Tribuanatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa.
Para pengikut Raden Wijaya yang setia dan
berjasa dalam mendirikan kerajaan Majapahit, diberi kedudukan yang tinggi dalam
pemerintahan. Tetapi ada saja yang tidak puas dengan kedudukan yang diperolehnya.
Hal ini menimbulkan pemberontakan di sana-sini. Pemberontakan pertama terjadi
pada tahun 1295 yang dilakukan oleh Rangga Lawe (Parangga Lawe) Bupati Tuban.
Rangga Lawe memberontak karena tidak puas terhadap kebijaksanaan Kertarajasa
yang dirasa kurang adil. Kedudukan Patih Majapahit seharusnya diberikan
kepadanya. Namun, oleh Kertarajasa kedudukan itu telah diberikan kepada Nambi
(anak Wiraraja). Pemberontakan Rangga Lawe dapat ditumpas dan ia tewas oleh
Kebo Anabrang. Lembu Sora, sahabat Rangga Lawe, karena tidak tahan melihat
kematiannya, kemudian membunuh Kebo Anabrang. Peristiwa itu dijadikan alasan
Mahapatih yang mempunyai ambisi politik besar di Majapahit menyusun strategi
agar raja bersedia menghukum tindakan Lembu Sora. Lembu Sora membangkang perintah
raja dan mengadakan pemberontakan pada tahun 1298–1300. Lembu Sora gugur
bersama sahabatnya, Jurudemung dan Gajah Biru.
Susunan pemerintahan Raden Wiajaya tidak
banyak berbeda dengan pemerintahan Singasari. Raja dibantu oleh tiga orang
mahamenteri (i hino, i sirikan, dan i halu) dan dua orang pejabat lagi, yaitu
rakryan rangga dan rakryan tumenggung. Pada tahun 1309 Raden Wiajay wafat dan
didharmakan di Simping dengan Arca Syiwa dan di Antahpura (di kota Majapahit)
dengan arca perwujudannya berbentuk Harihara (penjelmaan Wisnu dan Syiwa).
2) Sri Jayanegara (1309–1328)
Setelah Raden Wiajaya mangkat, digantikan
putranya yang bernama Kala Gemet dengan gelar Sri Jayanegara. Kala Gemet sudah
diangkat sebagai raja muda (kumararaja) sejak ayahnya masih memerintah (1296).
Ternyata, Jayanagara adalah raja yang lemah. Oleh karena itu, pada masa
pemerintahannya terus dirongrong oleh sejumlah pemberontakan.
Pada tahun 1316 timbul pemberontakan yang
dipimpin oleh Nambi yang menjabat Rakryan Patih Majapahit. Nambi memusatkan
kekuatannya di daerah Lumajang dan Pajarakan. Pemberontakan Nambi mendapat
dukungan dari ayahnya (Wiraraja). Raja Jayanegara atas nasihat Mahapati
memerintahkan Lumajang dan Pajarakan digempur sampai hancur. Terjadilah
pertempuran sengit dan Nambi pun gugur.
Keadaan belum pulih, terjadi lagi
pemberontakan Semi pada tahun 1318. Setahun kemudian (1319) terjadi
pemberontakan Kuti. Semi dan Kuti adalah dua orang dari tujuh dharmmaputra.
Pemberontakan inilah yang paling berbahaya karena Kuti berhasil menduduki ibu
kota Kerajaan Majapahit. Jayanegara terpaksa melarikan diri dan mengungsi ke
Badander di bawah perlindungan pasukan Bayangkara yang dipimpin oleh Gajah
Mada.
Setelah raja dalam keadaan aman, Gajah
Mada kembali ke Majapahit untuk melakukan pendekatan kepada rakyat. Ternyata
masih banyak rakyat yang memihak raja dan Gajah Mada pun berhasil menanamkan
rasa kebencian kepada Kuti. Dengan strategi yang jitu, Gajah Mada mengadakan
serangan secara tiba-tiba ke pusat kerajaan. Pasukan Kuti dapat dihancurkan dan
Kuti tewas dalam pertempuran itu. Setelah keadaan benar-benar aman, Jayanegara
pulang ke ibu kota untuk meneruskan pemerintahannya. Karena jasanya yang besar,
Gajah Mada diangkat menjadi Patih Kahuripan. Dua tahun berikutnya, ia diangkat
menjadi Patih Daha menggantikan Arya Tilan (1321).
Pada tahun 1328 terjadilah musibah yang
mengejutkan. Raja Jayanegara dibunuh oleh Tanca (seorang tabib kerajaan). Tanca
kemudian dibunuh oleh Gajah Mada. Peristiwa itu disebut Patanca. Jayanegara didharmakan
di Candi Srenggapura di Kapopongan.
3) Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwarddhani
(1328–1350)
Raja Jayanegara tidak berputra sehingga
ketika baginda mangkat, takhta kerajaan diduduki oleh adik perempuannya dari
ibu berbeda (Gayatri) yang bernama Bhre Kahuripan. Ia dinobatkan menjadi Raja
Majapahit dengan gelar Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwarddhani. Selama
memerintah, Tribhuwanatunggadewi didampingi suaminya yang bernama Cakradhara
atau Cakreswara yang menjadi raja di Singasari (Bhre Singasari) dengan gelar
Kertawardhana. Berkat bantuan dan saran dari Patih Gajah Mada, pemerintahannya
dapat berjalan lancar walaupun masih timbul pemberontakan.
Pada tahun 1331 timbul pemberontakan
Sadeng dan Keta di daerah Besuki, tetapi dapat dihancurkan oleh pasukan Gajah
Mada. Karena jasanya itu, Gajah Mada naik pangkat lagi dari Patih Daha menjadi
Mahapatih Majapahit menggantikan Pu Naga. Setelah diangkat menjadi Mahapatih
Majapahit, dalam suatu persidangan besar yang dihadiri oleh para menteri dan
pejabat negara lainnya, Gajah Mada mengucapkan sumpah untuk menyatukan
Nusantara di bawah naungan Majapahit. Sumpahnya itu dikenal dengan nama Sumpah
Palapa. Palapa berarti garam atau rempah-rempah yang dapat melezatkan berbagai
masakan. Oleh karena itu, sumpah itu dapat diartikan bahwa Gajah Mada tidak
akan makan palapa (hidup enak) sebelum berhasil menyatukan Nusantara.
Semula banyak pejabat negara yang
menertawakannya, tetapi Gajah Mada sudah bertekad baja, bersemangat membara,
dan maju terus pantang mundur. Gajah Mada mempersiapkan segala sesuatunya untuk
mewujudkan sumpahnya, seperti prajurit pilihan, persenjataan, dan armada laut
yang kuat. Setelah persiapannya matang, tentara Majapahit sedikit demi sedikit
bergerak menyerang untuk menaklukkan wilayah kerajaan lain.
Pada tahun 1334 Bali berhasil ditaklukkan
oleh Gajah Mada yang dibantu oleh Laksamana Nala dan Adityawarman. Adityawarman
adalah seorang pejabat Majapahit keturunan Melayu dan berkedudukan sebagai
werdhamantri dengan gelar Arya Dewaraja Pu Aditya. Setelah penaklukkan Bali,
satu demi satu daerah di Sumatra, Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian (Papua) bagian barat berhasil ditundukkan dan
mengakui kekuasaan Majapahit. Tugas besar itu tercapai pada masa pemerintahan
Raja Hayam Wuruk. Agar pengakuan kekuasaan Majapahit di Sumatra kekal,
Adityawarman diangkat menjadi raja di Melayu menggantikan Mauliwarmadewa
(1343). Adityawarman segera menata kembali struktur pemerintahan dan meluaskan
daerah kekuasaannya hingga Pagarruyung–Minangkabau. Setelah itu, Adityawarman
memindahkan pusat kerajaan dari Jambi ke Pagarruyung. Adityawarman memerintah
hingga tahun 1375.
Pada tahun 1372 Tribhuwanatunggadewi
meninggal dan didharmakan di Panggih dengan nama Pantarapurwa.
4) Raja Hayam Wuruk (1350–1389)
Hayam Wuruk setelah naik takhta bergelar
Sri Rajasanagara dan dikenal pula dengan nama Bhre Hyang Wekasing Sukha. Ketika
Tribhuwanatunggadewi masih memerintah, Hayam Wuruk telah dinobatkan menjadi
rajamuda (kumararaja) dan mendapat daerah Jiwana sebagai wilayah kekuasaannya.
Dalam memerintah Majapahit, Hayam Wuruk didampingi oleh Gajah Mada sebagai
patih hamangkubumi.
Hayam Wuruk adalah raja yang cakap dan
didampingi oleh patih yang gagah berani pula. Pada masa pemerintahan Raja Hayam
Wuruk inilah Majapahit mencapai puncak kebesaran. Wilayah kekuasaannya hampir
seluas negara Indonesia sekarang. Bahkan, pengaruhnya terasa sampai ke luar
Nusantara, yaitu sampai ke Thailand (Campa), Indocina, dan Filipina Selatan.
Dengan kenyataan itu, berarti Sumpah Palapa Gajah Mada benar-benar terwujud
sehingga seluruh pembesar kerajaan selalu hormat kepadanya. Kecuali sebagai
seorang negarawan dan jenderal perang, Gajah Mada juga ahli hukum. Ia berhasil
menyusun kitab Kutaramanawa yang digunakan sebagai dasar hukum di Majapahit.
Pada saat pemerintahan Raja Hayam Wuruk,
ada satu daerah di Pulau Jawa yang belum tunduk kepada Majapahit, yaitu
Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Kerajaan Sunda itu diperintah oleh Sri Baduga
Maharaja. Gajah Mada ingin menundukkan secara diplomatis dan kekeluargaan.
Kebetulan pada tahun 1357 Raja Hayam Wuruk bermaksud meminang putri Sri Baduga
yang bernama Dyah Pitaloka untuk dijadikan permaisuri. Lamaran itu diterimanya.
Dyah Pitaloka dengan diantarkan oleh Sri Baduga beserta prajuritnya berangkat
ke Majapahit. Akan tetapi, ketika sampai di Bubat, Gajah Mada menghentikan
rombongan pengantin. Gajah Mada menghendaki agar putri Kerajaan Sunda itu
dipersembahkan kepada Hayam Wuruk sebagai tanda tunduk Raja Sunda kepada Majapahit.
Tentu saja maksud Gajah Mada itu ditentang oleh raja dan kaum bangsawan Sunda.
Akibatnya, terjadilah pertempuran sengit yang tidak seimbang. Sri Baduga
beserta para pengikutnya gugur, Dyah Pitaloka bunuh diri di tempat itu juga.
Peristiwa itu terkenal dengan nama Perang Bubat.
5) Raja Wikramawardhana (1389–1429)
Setelah Raja Hayam Wuruk mangkat,
terjadilah perebutan kekuasaan di antara putra-putri Hayam Wuruk. Kemelut
politik pertama meletus pada tahun 1401. Seorang raja daerah dari bagian timur,
yaitu Bhre Wirabhumi memberontak terhadap Raja Wikramawardhana. Raja
Wikramawardhana adalah suami Kusumawardhani yang berhak mewarisi takhta
kerajaan ayahnya (Hayam Wuruk), sedangkan Bhre Wirabhumi adalah putra Hayam
Wuruk dari selir. Dalam kitab Pararaton, pertikaian antarkeluarga itu disebut
Perang Paregreg. Pasukan Bhre Wirabhumi dapat dihancurkan dan ia terbunuh oleh
Raden Gajah.
6) Raja Suhita (1429–1447)
Wikramawardhana wafat pada tahun 1429 dan
digantikan oleh putrinya yang bernama Suhita. Penobatan Suhita menjadi Raja
Majapahit dimaksudkan untuk meredakan pertikaian keluarga tersebut. Namun,
benih balas dendam sudah telanjur tertanam pada keluarga Bhre Wirabhumi.
Akibatnya, pada tahun 1433 Raden Gajah dibunuh karena dipersalahkan telah
membunuh Bhre Wirabhumi. Hal itu menunjukkan bahwa pertikaian antarkeluarga
Majapahit terus berlangsung.
7) Raja Majapahit Terakhir
Pada tahun 1447 Suhita meninggal dan
digantikan Dyah Kertawijaya. Ia hanya memerintah selama empat tahun (1447–1451)
karena pada tahun 1451 meninggal dan didharmakan di Kertawijayapura. Apa yang
diperbuat oleh raja tidak ada keterangan yang jelas.
Sepeninggal Kertawijaya, pemerintahan
Majapahit dipegang oleh Bhre Pamotan dengan gelar Sri Rajawarddhana.
Rajawarddhana juga disebut Sang Sinagara. Dalam kitab Pararaton disebutkan
bahwa ia berkedudukan di Keling, Kahuripan. Ini lebih dikuatkan lagi oleh
Prasasti Waringin Pitu yang dikeluarkan oleh Kertawijaya (1447).
Sepeninggal Rajawarddhana (1453), Kerajaan
Majapahit selama tiga tahun (1453–1456) tidak mempunyai seorang raja. Pada
tahun 1456 Majapahit diperintah oleh Bhre Wengker dengan gelar
Girindrawardhana. Bhre Wengker adalah anak Bhre Tumapel Kertawijaya. Masa
pemerintahannya berlangsung selama 10 tahun (1456–1466).
8) Keruntuhan Kerajaan Majapahit
Berkembangnya agama Islam di pesisir utara
Jawa yang kemudian diikuti berdirinya Kerajaan Demak mempercepat kemunduran
Kerajaan Majapahit. Raja dan pejabat penting Demak adalah keturunan Raja
Majapahit yang sudah masuk Islam. Mereka masih menyimpan dendam nenek moyangnya
sehingga Majapahit berusaha dihancurkan. Peristiwa itu terjadi pada tahun
1518–1521. Penyerangan Demak terhadap Majapahit itu dipimpin oleh Adipati Unus
(cucu Bhre Kertabhumi).
Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh
rakyat dan pemerintah Kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut.
1. Di
Pulau Jawa dititikberatkan pada sektor pertanian rakyat yang banyak
menghasilkan bahan makanan.
2. Di luar
Jawa, terutama bagian timur (Maluku), dititikberatkan pada tanaman
rempah-rempah dan tanaman perdagangan lainnya.
3. Di
sepanjang sungai-sungai besar berkembang kegiatan perdagangan yang
menghubungkan daerah pantai dan pedalaman.
4. Di
kota-kota pelabuhan, seperti Tuban, Gresik, Sedayu, Ujung Galuh, Canggu, dan
Surabaya, dikembangkan perdagangan antarpulau dan dengan luar negeri, seperti
Cina, Campa, dan India.
5. Dari
kota-kota pelabuhan, pemerintah menerima bea cukai, sedangkan dari raja-raja
daerah pemerintah menerima pajak dan upeti dalam jumlah yang cukup besar.
Perekonomian yang maju ini membuat rakyat
hidup sejahtera dan keluarga raja beserta para pejabat negara lebih makmur
lagi.
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendapat mengenai proses masuk
dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia, yaitu hipotesis Waisya, Hipotesis
Ksatria, Hipotesis Brahmana dan teori Arus Balik. Masuk dan berkembangnya agama
dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh besar di berbagai bidang.
Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya
pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh
seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun.
Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Mataram
Kuno, Kerajaan Singhasari,
Kerajaan Majapahit, dan kediri.
Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah membawa pengaruh terhadap
perkembangan kebudayaaan di Indonesia. Namun kebudayaan asli Indonesia tidak
begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian
dengan kebudayaan, maka terjadilah proses akulturasi kebudayaan.
B.
Saran
Kebudayaan yang berkembang di
Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari India. Pengaruh itu diduga
mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan peninggalan
sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal
dengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat
itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau keraton. Tata kota di
pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu. Demikian pula dalam hal
kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan kesastraan.Kita harus menjaga
kelestarian dan budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.
DARTAR
PUSTAKA
http://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-mataram-kuno-sejarah-raja-dan-peninggalan-beserta-kehidupan-politiknya-secara-lengkap/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar